Duh, vendorku kok ga ngerti aku maunya apa …

Ketika menyiapkan pernikahan, biasanya keluhan yang banyak saya dengar adalah, “Duh, vendorku ‘tu sama sekali ga ngerti aku maunya apa. Udah dibilangin berkali-kali maunya begini, jadinya tetep salah ….”

Jangan hanya menyalahkan vendor 100%. Kebanyakan orang (termasuk calon pengantin) biasanya kesulitan membahasakan imajinasi mereka, karena vendor-vendor ini belum melihat hal-hal yang pernah kita lihat di majalah / di wedding orang lain. Selain itu, orang punya interpretasi berbeda terhadap kata-kata yang sama. Apa yang menurut anda vintage bisa diartikan classic oleh vendor anda. Gaun yang “panjang” menurut vendor anda belum tentu cukup panjang menurut standar anda.

Kalau begitu, gimana dong caranya supaya apa yang kita mau bisa benar-benar tersampaikan ke vendor, dan hasilnya benar-benar seperti yang kita inginkan?

Beberapa tips yang bisa saya bagi setelah menyiapkan wedding saya sendiri dan beberapa teman:

1. Siapkan scrap book, tempel gambar-gambar dari majalah yang anda senang. Selama menyiapkan wedding, saya senang menggunting gambar dari majalah-majalah perkawinan. Buku “kliping” ini saya bawa tiap kali ketemu vendor supaya mereka punya contoh hal-hal yang saya senang. Kadang-kadang gambar ini saya tinggalkan di tempat vendor buat bahan referensi mereka.

2. Kalau, seperti saya, anda senang menjinjing laptop kemana-mana dan punya koneksi internet di rumah, jadilah anggota http://www.weddingchannel.com (gratis). Disana ada ribuan contoh foto bouquet, jas, gaun pengantin, kue, dekorasi, boutoniere (“corsage” kalo di indonesia), dsb. Kebanyakan gambar yang akhirnya saya jadikan inspirasi di pernikahan saya diambil dari weddingchannel.com, mulai dari color scheme yang kami gunakan untuk dekor, bouquet, jas pengantin pria, sampai ukiran icing sugar di kue pengantin kami.

Kalau anda menunjukkan gambar ke vendor, mereka akan jauh lebih mengerti keinginan anda.

3. Kalau anda membuat sendiri jas / gaun pengantin (bukan sewa yang sudah jadi), datang fitting berkali-kali. Saya fitting gaun sampai empat kali. Pertama-tama saya mencoba beberapa gaun yang potongannya kira-kira cocok untuk saya, lalu desainer-nya menggambar gaun seperti keinginan saya. Setelah desain-nya di-approve, saya datang fitting lagi setelah tiga minggu, ketika cutting gaunnya sudah jadi tapi belum dijahit akhir. Di fitting kedua ini saya dan desainer memutuskan untuk memotong panjang dan lebar train (“buntut”), membuat kait supaya buntutnya bisa dibuat panjang atau pendek, dan menentukan dimana payet akan dipasang. Di fitting ketiga, gaun sudah jadi dengan renda dan sebagian payet dan kami tinggal memastikan apakah payetnya sudah cukup atau mau ditambah. Fitting terakhir, seminggu sebelum hari H, benar-benar hanya untuk memaskan gaun dengan kondisi badan terakhir.

4. Pastikan percakapan anda dengan tiap vendor tercatat. Saya sempat mengalami bahwa banquet manager dari hotel venue saya cuti 3 minggu, dan penggantinya (atawa bos-nya banquet manager yang biasa deal dengan saya) mengubah klausul2 di kontrak yang sudah saya setujui dengan si banquet manager ini. Untungnya semua percakapan saya dengan banquet manager ini terekam di e-mail, kontrak tertulis atau sms; akhirnya si Director of Sales & Marketing yang coba-coba “menghilangkan” beberapa fasilitas dari kontrak ini akhirnya ga bisa bantah.

5. Siapkan budget, dan interview beberapa vendor untuk layanan yang sama. Satu hal yang membuat wedding saya sangat memorable adalah karena semua vendor (with the exception of videografer …) benar-benar mengerti wedding seperti apa yang saya inginkan … banyak dari mereka akhirnya malah jadi teman main saya 🙂 Sebelum memilih mereka, saya dan calon suami membuat budget, lalu kami hunting ke beberapa vendor. Sejak awal kami langsung bilang berapa budget kami, dan kami lihat konsep dan layanan seperti apa yang kami bisa dapat dengan budget segitu. Jadi anda jangan berandai-andai ke vendor, bilang “Saya mau lots of lily, lots of orchids and tulips, semua harus warna pink, dindingnya harus ditutup draperie, dan kue-nya harus minimum 12 tingkat….” Vendor anda bisa mengipas2 imajinasi anda menjadi sangat mahal 🙂

6. Minta gambar dan kontrak dari vendor supaya kita ingat apa yang kita pesan. Kadang-kadang vendor juga pusing kalau maunya calon pengantin berubah-ubah, apalagi kalau maunya calon pengantin dengan orang tua / pasangannya berbeda. Kalau ada gambar dan kontrak dari vendor, kita mudah mengingat hal-hal apa yang kita pesan, jadi kita tahu kalau -misalnya- mami minta bunganya ditambah ini ina inu, vendor-nya mungkin akan minta biaya tambahan. Atau kalau kita meminta satu dua hal dihilangkan, mungkin kita bisa nego harganya berkurang, atau ditukar dengan item lain yang senilai.

7. Jangan lupa technical meeting! Semua vendor dan keluarga yang terlibat di hari H harus datang di technical meeting. Jangan lupa membahas semua detail di technical meeting, sekecil apapun itu. Di technical meeting, saya membahas mulai dari crew dan panitia makan dan istirahat dimana, jam berapa AC ruangan harus nyala, bagaimana kalau hujan dan tangga yang akan kami pakai untuk jalan becek, traffic flow dan pengaturan parkir, layout ruangan, detil acara dari jam 7 pagi sampai selesai, dsb. Di technical meeting ini akan terlihat misunderstanding, communication gap dan hal2 lain yang vendor masih kurang mudeng. Bahkan satu hal yang kita mau bisa diintepretasikan berbeda oleh masing-masing vendor. Misalnya: pengantin akan masuk dari pintu kedua. PINTU KEDUA ini bisa berarti pintu utara, pintu utama, pintu barat atau pintu emergency exit kalau kita tidak menunjukkan pintu yang kita maksud di denah, di hadapan semua vendor. Khan nyaho kalo fotografer jaga di pintu mana, video di pintu lain, karpet merah dipasang di entah pintu mana 🙂

Melalui hal-hal simpel seperti notebook, kontrak, gambar dan denah, communication gap dan misunderstanding bisa jauh berkurang dan wedding preparation anda juga jadi jauh lebih fun, karena melihat-lihat gambar di majalah dan di internet ‘tu fun luar biasa apalagi untuk pengantin perempuan 🙂

Have a happy wedding 🙂